PASURUAN – Wahid Kasun Babatan, Desa Bakalan, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, akhirnya buka suara tentang masalah sawah yang dijual ke Madrasah Diniah (Madin).
Wahid selaku Kepala Dusun (Kasun) Babatan Bakalan tak menampik apa yang dituduhkan warga tentang penjualan sawah ke Madin.
Dia blak-blakan tentang harga sawah dari penjual itu 70 Juta Rupiah. Lalu dia jual ke Madin dengan harga 100 juta. Sedangkan selisih 30 juta itu, menurut Wahid merupakan hasil dirinya sebagai Broker alias Makelar.
“Harga sawa dari penjual 70 Juta, saya jual ke Madin 100 Juta mas,” Kata Kasun Wahid melalui pesan WhatsApp, Jumat (25/08).
Dia juga buka-bukaan, kalau uang itu tidak dimakan sendiri. Namun, dari selisih 30 juta itu, menurut Wahid juga dibagikan ke sejumlah guru Madin di sana.
“Saya anggap yang 30 juta bati saya, dan dewan guru juga saya kasih juga,” beber Wahid Kasun Babatan.
Wahid juga bersikukuh, jika pembelian sawah dengan harga 100 juta itu bukan ujug-ujug kemauan sendiri, tapi sudah ada kesepakatan dengan seluruh guru Madin di sana.
“Pembelian itu sudah kesepakatan semua dewan guru,” imbuh Wahid kepada Kabar Lensa.
Menurut Wahid, uang 100 juta yang digunakan untuk membeli sawah itu bukan uang dari masyarakat, dan juga bukan pemerintah. Dia mendapatkan uang itu dari afalan pabrik infus yang ada di Dusun Babatan Desa Bakalan.
“itu uang dari Afalan pabrik MJB, bukan uang dari warga, juga bukan uang dari pemerintah,” kata Wahid.
Sekedar mengingatkan, pada Selasa (22/8) kemarin, sejumlah warga luruk kantor Desa bakalan Purwosari. Mereka meminta Kasun bernama Wahid dipecat atau legowo mundur dari jabatannya. Mereka juga mengaku akan melaporkan Kasun ke polisi jika tak ada itikad baik darinya.
“Saya minta pak kasun untuk diberhentikan, atau kalau mau dia harus mengundurkan diri. Atau terpaksa kita melapor ke Polisi” ujar warga saat berada dalam forum.
Waktu itu pihak desa memberikan opsi Surat Peringatan (SP) ke2 untuk Wahid dan menggeser jabatannya. Namun saat itu warga tak mau di nego dan ngotot agar Kasun menanggalkan jabatan di Desa. Alasannya, Wahid sudah pernah mendapatkan SP2 selama menjabat di Bakalan.
“Pokoknya harus berhenti, karena dulu sudah dapat SP 2, kok mau di SP2 lagi,” kompak warga saat itu.
Dan hasilnya, pihak desa mengaku akan berembuk tetang keluhan warga dan akan memberikan kabar secepatnya. Namun saat itu Kepala Desa mengaku tak bisa gegabah memberikan keputusan karena takut terbentur dengan hukum.
“Kita nanti akan rundingan dengan pihak desa, dan hasil dari permintaan warga itu, nanti akan diumumkan pada perwakilan warga,” beber Kades Bakalan Muhammad Abdullah.
(Die)