PASURUAN – Kasus pungli program redistribusi lahan Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, sepertinya sudah hampir disidangkan.
Perkara yang sempat menyeret sejumlah orang sabagai tersangka ini, masih mendapat sorotan dari Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (PUSAKA) Lujeng Sudarto.
Lujeng terus mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasuruan, agar segera mencokok mafia tanah yang terlibat didalamnya. Dia berharap kasus pungli itu bisa menjadi pintu masuk untuk membedah tabir permainan tanah yang dilakukan para mafia.
“Sudah seharusnya penyidik Kejari Pasuruan mengembangkan kasus pungli ini ke para mafia tanah Tambaksari. Dan kasus pungli ini, bisa menjadi pintu masuk untuk mengusut aliran dana dan para mafia yang berperan dibelakang” Ujar Lujeng.
Dalam masalah ini, para mafia tanah tersebut rupanya bisa mengajukan program redistribusi dengan mudah. Mereka akhirnya bisa memiliki sertifikat tanah yang terbit itu atas nama dirinya sendiri.
“Ingat, para mafia itu bukanlah pemilik tanah. Karena sesuai dalam Perpres nomor 86 tahun 2018 dijelaskan, bahwa pemilik itu artinya menguasai, menggarap dan mengusahakan sendiri tanah tersebut,” papar Lujeng.
Lujeng menguraikan, bagaimana cara-cara mafia itu agar bisa lolos dalam pengajuan tanah redis. Mereka rupanya terlebih dahulu melakukan pengajuan permohonan sertifikat tanah dengan membuat surat penguasaan lahan secara sporadik sesuai dalam Permen ATR/BPN nomor 16 tahun 2021. Bila sudah ditetapkan sebagai pemohon, maka BPN mempunyai dasar untuk mengeluarkan sertifikat.
Saat membuat pernyataannya, Lujeng menduga para mafia itu membuat keterangan palsu. Para mafia itu akan menyatakan kalau dirinya merupakan penggarap yang sudah menguasai tanah selama 20 tahun.
Mafia-mafia itu akan menyatakan menggunakan, mengusahakan dan memanfaatkan sendiri tanahnya sebagaimana ketentuan Pasal 24 PP 24 Tahun 1997, jo pasal 24 ayat 1 huruf (a) Perpres Nomor 86 Tahun 2018.
Akibatnya, warga penggarap tanah negara yang benar-benar menguasai tanah lebih dari 20 tahun, akhirnya tidak memperoleh sertifikat tanah tersebut.
“Itu akibat dari ulah para pelaku mafia tanah yang berhasil mengajukan sertifikat tersebut tanpa harus memiliki tanah tersebut dengan cara melawan hukum,” imbuh Lujeng.
Selain itu, Lujeng tidak setuju jika ada pihak yang mendesak BPN agar membatalkan sertifikat secara keseluruhan.Jika BPM nurut dengan permintaan desakan itu,maka BPN akan mencederai masyarakat yang mengajukan program dengan cara-cara yang sah dan sesuai aturan.
“Desakan pembatalan secara menyeluruh itu terlihat tidak fair, karena mereka juga sudah mengajukan permohonan secara benar dan sesuai regulasi.” Pungkas Lujeng.
Hal senada disampaikan Hanan Ketua Aliansi Masyarakat Cinta Damai (AMCD). Menurut Hanan, memberikan keterangan palsu, dalam surat pernyataan penguasaan lahan secara sporadik, merupakan kesalahan yang fatal.
Produk mereka yang melakukan itu, bisa dibatalkan karena cacat administrasi dan cacat yuridis.
“Sementara pemohon yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana ketentuan PP 24 Tahun 1997, Perpres Nomor 86 Tahun 2018, tidak dapat dibatalkan karena tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan pemohon” imbuhnya.
Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Agung Tri Raditya mengatakan, kasus pungli program redistribusi tanah di Tambaksari akan segera disidangkan pekan depan.
“Pelimpahan berkas dari Kejari Kabupaten Pasuruan ke PN Tipikor Surabaya sudah dilakukan. Kemungkinan besar sidang awal kasus ini akan dilakukan 16 Agustus mendatang,” kata Agung.
Sekadar mengingatkan, kasus pungli program redistribusi lahan Desa Tambaksari, tengah menjerat 5 nama tersangka. 3 diantaranya sudah ditahan, yaitu Jatmiko (Kades), Ketua Panitia Redistribusi Lahan Cariadi serta Suwaji. Sedangkan dua tersangka lainnya, SFK dan MH ngilang tak pernah penuhi panggilan penyidik.
(Die)