PASURUAN – Upaya perlawanan, yang dilakukan AT, terdakwa kasus tambang ilegal, di Gempol Pasuruan, rupanya dihadang dengan surat oleh Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (PUS@KA).
Usai AT mengajukan PK atas putusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT), Jawa Timur Nomor 101/PID.SUS-LH/2023/PT SBY, rupanya Lujeng juga melayangkan surat ke MA untuk menghalaunya.
Dengan menggunakan PUS@KA, Lujeng berkirim surat ke Mahkamah Agung. Dari surat bernomor 31/PUS@KA/VIII 2023 tersebut, Direktur PUS@KA meminta agar Mahkamah Agung (MA), menolak pengajuan PK terdakwa AT.
Dalam perjalanan sidang, terdakwa AT awalnya divonis 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 25 miliar rupiah, subsider 3 bulan, oleh hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bangil.
Putusan itu lebih ringan, bila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp 75 miliar.
Dari putusan PN Bangil itu, AT terus lakukan perlawanan. Terdakwa mengambil langkah banding, atas putusan hakim di Pengadilan Negeri (PN) itu. Hasil banding, Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya mengganjar hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 35 miliar rupiah. Dan terakhir, AT mengajukan memori Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA)
PUS@KA rupanya terus pelototi perjalanan tambang di Pasuruan, baik yang sudah disidangkan, atau yang masih berproses kepolisian. Buktinya, Lujeng terus membayangi pergerakan AT yang saat ini sedang bergulat di peradilan.
“Kami memohon kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menolak atau tidak mengabulkan permohonan PK dari saudara Andrias Tanudjaja,” kata Lujeng.
Surat Penolakan atas pengajuan PK yang dilakukan terdakwa AT itu bukan tanpa alasan. Karena, aktifitas pertambangan ilegal yang dilakukan AT selama 4 tahun itu, menurut Lujeng telah menyumbangkan kerusakan lingkungan (ekosistem) yang parah. Selain itu, kelakuannya juga dianggap Lujeng sebagai donatur kerusakan infrastruktur jalan yang berat.
“Ini tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat, dan juga tidak akan memberi efek jera terhadap praktek – praktek pertambangan ilegal yang masih banyak terjadi di Kabupaten Pasuruan dan umumnya di Jawa Timur,” urainya.
Penolakan atau tidak dikabulkannya pengajuan PK oleh Mahkamah Agung itu, menurut Lujeng bisa menumbuhkan public trust (kepercayaan publik), bahwa peradilan merupakan bagian dari penyelamat lingkungan jangka panjang.
Selain itu, Lujeng melihat keanehan-keanehan yang terjadi dalam kasus tersebut. Salah satunya adalah setelah banding ditolak, pihak terdakwa malah tidak mengajukan kasasi, sedang pihak JPU awalnya telah mengajukan kasasi. Namun, setelah batas waktunya habis, JPU mencabut pencabutan perkara kasasi.
“Proses permohonan PK, pemberitahuan PK, penerimaan memori MK dan penyerahan memori PK tercatat di hari yang sama yakni 19 Mei 2023. Ini aneh, karena biasanya prosesnya itu bisa memakan waktu panjang,” ungkapnya.
Lujeng menilai, jika perilaku terdakwa saat sidang, tidak merasa bersalah sama sekali kalau perbuatannya telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah ini.
“Terdakwa berlindung pada kekuatan oknum tanpa merasa terdakwa adalah mastermind atau aktor intelektual yang sebenarnya. Sejak awal kegiatan ilegal mining menggunakan kedok perumahan prajurit,” terangnya.
Fakta ini terbukti dan juga menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim ketika membuat putusan di dalam proses persidangan di PN Bangil dan juga PT Surabaya.
“Kami menduga, permohonan PK tersebut, ada upaya mengaburkan fakta hukum sebenarnya, dengan berdalih AT adalah korban yang sama sekali tidak mengetahui adanya tindak pidana yang dituduhkan,” sambungnya.
Ia meyakini AT adalah aktor intelektual yang sebenarnya dalam tindak pidana ini. Makanya, Lujeng mendesak kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan juga para aparat penegak hukum lainnya untuk bersama-sama mengawal, dengan memberikan atensi terhadap proses upaya hukum PK yang diajukan AT, sehingga semua proses bisa berjalan sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“jangan sampai praktek mafia hukum, interfensi negatif dan gratifikasi mengubah putusan berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana penambangan ilegal yang dilakukan terstruktur dan terorganisir dengan baik,” tutupnya.
(Die)